T for Trauma

Elisa.
3 min readNov 10, 2022

--

"Abigail!"

Mata gadis itu langsung terbuka saat telinganya berhasil menangkap suara adiknya, Jazriel, yang kini sudah terduduk di tepi kasur. Keringat bercucuran keluar dari kening Abigail, dada gadis itu naik turun dan napasnya menderu seakan ia baru saja berlari bak dikejar setan.

Padahal nyatanya, gadis itu baru saja terbangun dari tidurnya.

"Are you okay?" tanya Jazriel memegang pundak Abigail. Abigail tersadar dari lamunannya dan menoleh menatap Jazriel, lalu mengangguk kaku.

"I'm fine."

Jazriel menatap Abigail lekat, setengah menit kemudian cowok itu mengangguk dan menyodorkan secangkir teh panas yang asapnya masih nampak mengepul keluar. "Minum tehnya," perintah Jazriel.

Abigail mengambil cangkir itu dari Jazriel dan mengangguk.

"Bentar aku ke bawah dulu ngambil laptop. Tehnya diminum."

Jazriel keluar dari kamar Abigail, meninggalkan cewek itu sendirian.

Alih-alih meminum teh yang kini berada di pangkuannya sesuai perintah sang adik, Abigail malah menatap teh itu dengan seksama dengan jari jempolnya yang mengusap gagang cangkir.

Entah sudah cangkir teh ke berapa ini sejak dirinya tahu bahwa kembalinya ia dari Indonesia, tidur malamnya tidak akan lagi sama dan nyenyak seperti malam-malam sebelumnya. Sejujurnya, Abigail mulai bosan dengan rutinitas barunya, yang mana dirinya harus dibangunkan di tengah malam ketika dalam tidurnya, dadanya mendadak sesak dan dirinya kesulitan untuk bernapas padahal gadis itu tidak tenggelam.

Bosan, lelah, muak.

Hidup berdampingan dengan satu hal yang bernama trauma itu melelahkan.

Sometimes she's wondering, is this a sick punishment from the Universe to her for killing her mother years ago?

"Woi."

Abigail mendongak, tersadar dari lamunannya saat melihat Jazriel berdiri di depan pintu dengan tangan terlipat di dadanya yang memeluk sebuah laptop.

"Melamun terus. Baik-baik setan di Australia nggak kayak setan di Indonesia yang suka masuk ke badan orang!"

Abigail berdecak. Jazriel dan jokes anehnya.

"Minum tehnya, Abigail."

Abigail menatap adiknya dengan mata yang menyipit. "It's KAK Abigail for you, Jazriel."

Jazriel terkekeh dan mengangkat bahunya tak peduli.

"Kenapa tehnya belum diminum?" tanya Jazriel yang kini merebahkan diri di sebelah Abigail masih sambil memeluk laptopnya.

"T is for trauma."

Mata Jazriel yang tadinya terpejam langsung terbuka. Kepala cowok itu menoleh menatap kakaknya yang kembali menunduk sambil mengusap gagang cangkir.

"What do you mean?"

"T is for trauma."

Jazriel masih diam menatap kakaknya.

"You know, the letter T and the word tea atau teh has the same pronunciation," jawab Abigail. Gadis itu menarik napasnya dalam-dalam sebelum kembali berkata, "When will I stop drinking this tea? When will I stop swallowing my own trauma every single night, Jazriel? You know... I'm tired living like this."

Abigail mengucapkan setiap katanya tanpa ekspresi, tanpa penekanan, tanpa air mata, tanpa emosi, seakan-akan gadis itu sudah terlalu terbiasa dengan segala susahnya hingga tak ada lagi perasaan yang tersisa.

Jazriel terdiam selama tiga puluh detik hingga akhirnya tangannya ia ulurkan untuk mengusap kepala Abigail dengan lembut.

"T is not for trauma. T is for time, meaning that there's still a lot of time to heal. T is not for trauma but for try, which means that you can try again if you feel like you failed again. T is not for trauma but for today, meaning that you have to be present and stop worrying about the past or the future. T is not for trauma but for turn, which means that your turn to be free from all of this, will come. You just need to hang in there. T is not for trauma but T is for thankful, which means that you have to be thankful to yourself because you've made it this far, Kak. Let's change it, shall we? Mulai dari sekarang, instead of thinking that you're swallowing your trauma everytime you have to drink this tea, start thinking that the tea you're swallowing every night is the time that you've spent for keep trying, for being present and being thankful."

Abigail bergeming menatap Jazriel yang kini tersenyum lebar dan hangat ke arahnya.

"Come on! I didn't raised you to be a weak ass bitch!" seru Jazriel sambil berkacak pinggang. Abigail menatap adiknya selama beberapa detik sebelum akhirnya tawanya pecah. Masih dengan sisa tawanya, perlahan tangan Abigail mengangkat cangkir tehnya dan menyesap teh yang sudah tidak lagi mengepulkan asap itu.

Melihat itu, Jazriel kembali mengusap kepala Abigail. "That's my girl."

--

--

Elisa.
Elisa.

Written by Elisa.

hi. ok. thanks for coming.

No responses yet