Suasana kampus masih belom terlalu rame banget sewaktu Ava berjalan masuk ke dalam gedung utama fakultasnya setelah memarkirkan mobil.
Mungkin karena masih pagi, jadi belom banyak mahasiswa yang datang. Ava berjalan santai menuju kafetaria yang sudah buka. Ada sekitar empat orang mengantre. Tidak terlalu ramai. Ava mengambil sebotol air mineral dari dalam kulkas dan mencomot satu beng-beng beku, kemudian masuk ke dalam antrean.
Di depan Ava ada dua cewek yang lagi asik main hp sambil ngobrol. Awalnya Ava gak peduli, tapi telinga Ava langsung tajam saat salah satu dari kedua cewek di depannya itu menyebut-nyebut nama Asa. Topiknya seperti yang sudah diduga oleh Ava, tentang kabar putusnya Asa dan Franny.
"Eh si Kak Asa putus tuh! Gue kaget banget!"
"SAMA! Eh, eh, lo tau ga? Kemaren gue baca reply tweet madam, ada yang bilang mereka putus gara-gara Kak Asa bosen sama Kak Franny, terus-terus..."
Ava mendengus kecil saat mendengar obrolan keduanya dan memutuskan untuk menyumpal kedua telinganya dengan earphone. Selagi Ava memilih lagu untuk ia dengarkan, gak lama bahu Ava ditepuk dari belakang dan membuat cewek itu langsung menoleh.
Mata Ava sedikit melebar saat melihat Teo dan Asa berdiri sambil tersenyum lebar ke arahnya.
"Sendirian aja," Teo melambaikan tangannya, masih dengan senyuman lebar. Ava mengusap dadanya. "Astaga kak! Kaget!"
"Halo Ava!" Asa menyapa Ava dengan senyuman lebar hingga lesung pipi Asa tercetak jelas. Untuk sebuah alasan pipi Ava memanas kala melihat senyuman Asa.
Kak Asa jangan manis-manis, nanti aku berubah jadi semut! Ava mendadak panas dingin sendiri.
"Halo Kak Teo, Kak Asa," sapa Ava sopan dengan kepala yang ia anggukan.
"Kelas, Va?"
"Iya, kelas nih Kak Teo," jawab Ava sambil haha hehe.
"Kelas apa Va?"
"History of Indonesian Culture kak. Kakak kelas apa?"
"Lah sama dong kayak gue sama Asa?!" Teo tersenyum cerah sambil merangkul Asa yang hanya menyimak.
"Loh lo berdua kelas HIC juga kak?" Ava berpura-pura bego, ikutan bersemangat.
"Iya, kelasnya dimajuin. Lo sekelas sama Pascal juga dong?" Asa yang menjawab kali ini. "Iya sekelas sama Pascal juga. Widih kebetulan banget sekelas! Pascal mana kak?"
"Masih di jalan. Dia mah ngaret kayaknya."
Ava membulatkan bibirnya dan mengangguk, tapi gak lama kemudian Ava tersenyum manis lagi.
"Va, maju Va!" Teo menunjuk ke arah depan. "Oh iya!" Ava akhirnya maju untuk membayar.
Tanpa Ava sadari, sedari tadi saat dia ngobrol bareng kedua kakak tingkatnya itu, beberapa orang yang berada di kafetaria memperhatikan ketiganya sambil berbisik-bisik.
"Nyet, lo putus kayaknya bikin orang-orang gencer ngeliatin lo ya!" Teo menyikut lengan Asa saat menyadari bahwa orang-orang melihat ke arah dirinya dan juga Asa. "Hah, apaan?" Asa langsung menatap seisi kafetaria dan baru sadar kalau dari tadi orang-orang menatapnya.
"Ada apaan kak?" Ava menoleh ke belakang saat mendengar obrolan Teo dan Asa. "Nih si Asa nih, abis putus jadi banyak yang ngelirik-lirik!" celetuk Teo.
Ava tertawa kaku. "Ooohhh. Emang bikin heboh ya kayaknya?" gumam Ava.
"Tuh lo liatin tuh ada yang ngelirik sinis si Ava! Lo sih!"
Teo dengan terang-terangan menunjuk ke salah satu meja berisi empat perempuan yang sedang menatap Ava dengan tatapan mata tidak bersahabat, menatap Ava dari atas ke bawah.
"Eh—" Ava mendadak ikutan menatap ke arah yang ditunjuk oleh Teo kemudian langsung menggaruk tengkuknya bingung.
Asa langsung menatap tajam ke arah gerombolan cewek itu, kemudian beralih ke Ava. "Maaf ya, Ava."
Ava langsung salah tingkah. Tapi akhirnya Ava langsung mengangguk. "Hehehe gapapa Kak Asa. Kan gue nggak ngapa-ngapain."
"Kalau abis ini lo dilabrak lapor aja ke Asa, Va! Emang rese kalau urusan sama Asa nih!" Teo mendorong lengan Asa.
"Nggak mungkin lah! Siapa juga yang mau ngelabrak gue, kak? Orang gue cuma ngobrol doang. Kalau dilabrak keterlaluan sih," balas Ava.
Ada secercah rasa khawatir pada sorot mata Asa, tapi kemudian Asa tersenyum tipis.
"Orang-orang sehari nggak kepoin urusan orang lain, pada meninggal kayaknya," gerutu Teo lagi. Ava hanya tertawa.
"Lo ke kelas bareng gue sama Teo aja, Va."
Tawa Ava langsung berhenti pas Asa bilang itu. Ava mendadak terdiam kaku persis mirip batu. Ava cuma diem ngeliatin Asa.
DEMI APA SIH KAK ASA BARU NGAJAK GUE KE KELAS BARENG?!?! Kalau Ava sudah gila, mungkin sekarang dia bakal menjerit. Tapi untung aja Ava masih waras.
"Va?"
Ava tersadar dari lamunannya saat suara Asa memanggil dia lagi. "Eh, i—iya kak."
Teo melirik Asa, lalu melirik Ava, kemudian ke Asa lagi, lalu kembali ke Ava. Teo cuma menggeleng entah kenapa.
"Adehhh, lama. Udah yok!"
Melihat Ava masih loading dan Asa yang bingung, akhirnya Teo langsung mendorong kedua orang itu dan menggiring keduanya naik ke lantai dua.
Pas sudah di lantai dua, Ava langsung pamitan ke Teo dan Asa. "Masuk duluan aja kak, gue mau ke toilet dulu."
Teo dan Asa cuma mengangguk dan masuk duluan ke ruang kelas. Ava langsung berjalan ke arah toilet.
Pas mau masuk ke toilet, Albion baru saja keluar dari toilet pria, yang letaknya di sebelah toilet wanita.
"Cebol, baru dateng?" celetuk Albion membuat Ava gak jadi masuk ke dalam toilet.
"ALBIIII!!!!" Ava mengambil tangan Albion dan menyeret sahabatnya itu ke pojok ruangan.
"Eh, eh, eh—Lo kenapa?!" Albion yang ditarik tiba-tiba langsung kaget.
"Bi, look at me!"
Albion menaikkan sebelah alisnya, lalu menatap Ava sesuai perintah gadis itu.
"O....kay?" Albion bingung. Ava menghela napasnya. "Muka gue jelek nggak?" Albion mengerutkan keningnya.
"Ava, lo sakit?"
"JAWAB IH!"
"Ssssttt! Eh jangan teriak-teriak, Cebol!" Albion membekap mulut Ava.
"LWEPWAS!"
Ava merapikan rambutnya, terus natap Albion lagi dengan tatapan super serius. "Muka gue kusam nggak? Jelek nggak?"
Albion menggeleng.
"Ya muka lo gitu-gitu aja sih, Va. Biasa aja. Emang kenapa sih?"
"Bi, lo tau gak gue habis jalan dari kafetaria ke lantai dua sama siapa?"
"Siapa? Justin Bieber?!"
"BUKAN ISH!"
"Ya terus siapa, Cebooooolllll??!!"
"KAK ASA!"
Jawaban Ava itu bikin Albion melongo. "Hah? Serius? Berdua?!"
"Ya nggak berdua sih..."
"Lah?"
"...bertiga bareng Kak Teo juga hehehe."
Wajah Albion langsung berubah datar.
"Dih, gue pikir berduaan!"
"Tapiiiiiii! Lo tau nggak?"
"Gak!"
"IH! YANG NGAJAKIN KE KELAS BARENG TUH KAK ASA DULUAN, BI!"
Albion kembali melongo.
"Ya terus...??"
"KEMAJUAN KAN?!"
Albion menatap Ava datar selama sepuluh detik, kemudian berjalan meninggalkan Ava sendirian.
Setelah kepergian Ava ke toilet, Teo dan Asa masuk ke dalam kelas yang ternyata masih kosong.
"Lo jangan gitu, Sa."
"Gitu gimana? Gue emang ngapain?"
Asa menatap Teo bingung.
"Gak usah bikin anak orang baper!"
Kening Asa berkerut, menatap Teo dengan tatapan penuh tanya, karena jujur aja Asa gak ngerti sama ucapan Teo.
"Bikin baper siapa? Gue nggak ngapa-ngapain perasaan."
"Ituuu si Ava! Lo jangan mancing-mancing deh."
"Hah! Mancing gimana?"
"Ya itu, ngajak ke kelas bareng."
"Lah nggak boleh? Kan sekelas...."
"Dih maksud gue tuh, lo ngomongnya jangan pake nada lembut terus muka lo jangan yang ganteng-ganteng amat! Ntar kalau Ava salah paham gimana?!"
Asa cuma menggaruk kepalanya bingung. "Ya muka gue harus gimana dah? Emang gue ganteng mau gimana?"
Teo cuma berdecak terus menjitak kepala Asa.
"Intinya gini deh, lo tau dan sadar kan kalau lo putus ini semua cewek di kampus pasti using their chance and shoot their shot to get your attention? Nah, jangan terlalu gimana gitu deh kalau interaksi sama cewek. Ntar pada salah paham."
Asa hanya berdeham asal sambil mengangguk.
Sebenernya bukan cuma sekali atau dua kali dia denger ucapan serupa yang diucapkan Teo. Asa sudah hapal ucapan sejenis itu dari teman-temannya soal dirinya yang harus berhati-hati kalau berinteraksi dengan perempuan. Asa aslinya bingung sama ucapan teman-temannya.
Bersikap baik dan sopan dan berbicara dengan tutur kata dan nada lembut kepada perempuan itu kan kewajiban? Tapi kenapa kalau Asa yang berlaku demikian, semua perempuan langsung pada salah paham dan baper sama Asa? Padahal dibilang flirting aja enggak! Terus nanti kalau ada yang baper, pasti temen-temennya langsung negur Asa, blaming all to him. Asa gak terima sebenernya, tapi emang kayaknya kodrat dia harus selalu salah. Jadi Asa cuma bisa iya-iya aja daripada ribut.
Tapi kadang Asa rasanya mau balik ngomel ke temen-temennya karena keseringan negur dia sih. Maksudnya, what he did is the bare minimum. Dan sikap Asa itu termasuk normal, bukan perlakuan spesial. Dari kecil, mama sama papa Asa selalu ngajarin Asa dan Pascal untuk bersikap baik dan sopan terhadap perempuan, termasuk menjaga nada dan intonasi saat berbicara kepada lawan jenis.
Jadi bukannya Asa sengaja bersikap sok gentle dan berniat bikin cewek-cewek baper, tapi Asa dari dulu memang diajarkan untuk bersikap demikian. Gimana dong?
Dan soal urusan cewek-cewek pada baper, itu seharusnya di luar tanggung jawab Asa dong? Asa kan gak bisa mengendalikan perasaan manusia. Jujur juga nih, Asa sebenernya sebel sama semua cewek yang terlalu hiperbola yang menganggap semua sikap baik Asa sebagai bentuk flirting atau sejenisnya. Gara-gara itu, Asa selalu dicap sebagai cowok yang suka flirting sana-sini. Padahal Asa gak begitu.
Lamunan Asa buyar saat pintu kelas terbuka. Albion masuk ke dalam kelas disusul Pascal dan Isaiah di belakangnya.
"Widihhh, rajin bener abang-abang ini!" Pascal menyeringai jahil saat melihat Teo dan Asa sudah duduk di barisan paling belakang dan pojok.
Gak lama, pintu kelas terbuka lagi. Kali ini yang masuk Ava dan dibelakangnya ada beberapa anak lainnya.
"Va, sini lo duduk sini!"
Pascal menunjuk bangku di sebelahnya, yang mana di sebelahnya lagi itu tempat Asa duduk. Ava melotot ke arah Pascal yang tersenyum jahil masih sambil menunjuk bangku sebelahnya.
"Cepetan!"
Ava beralih menatap Isaiah dan Albion yang berpura-pura tidak melihat Ava. Mau tak mau Ava menurut dan duduk di antara Asa dan Pascal.
Teo yang melihat itu langsung mencondongkan tubuhnya, menatap Pascal yang masih tersenyum jenaka. Teo menggelengkan kepalanya. "Abangnya bego, adeknya sableng!" gumam Teo.
Ava tersenyum sopan saat hendak duduk di sebelah Ava. Asa balas tersenyum tipis. Akhirnya bokong Ava mendarat sempurna.
Di sebelah lainnya, Pascal mencolek-colek lengan Ava, menggoda Ava yang kini terduduk dalam posisi tubuh tegak dan kaku. Canggung.
"Kal, lo mau diem atau gue jitak lo?!" Ava berbisik sambil melirik Pascal sinis.
"Jitak coba kalau berani," Pascal membalas masih sambil mencolek-colek lengan Ava.
Kesal dengan tingkah Pascal, Ava memutar tubuhnya kemudian menjitak kepala Pascal cukup keras hingga membuat Pascal mengadu.
"SAKIT!" gerutu Pascal dengan bibir mengerucut.
"Mam. Pus!"
Mendengar pekikan suara Pascal, Asa dan Teo menoleh ke arah keduanya.
"Kenapa lo?" tanya Asa.
"Abis dijitak nenek lampir!"
"LO MAU GUE JITAK LAGI?!" Ava refleks berseru saat Pascal menamai dirinya sebagai nenek lampir.
Asa dan Teo tertawa. Ava langsung menghadap ke arah Asa sambil tersenyum tidak enak. "Sorry kak, si Pascal nakal!"
"Jitak lagi aja, Va. Biar tau rasa!" balas Asa membela Ava sambil terkekeh.
Melihat Asa yang terkekeh karena perbuatan Ava, dia jadi salah tingkah. Pipi Ava memanas kemudian tersenyum malu.
"Yeee! Seneng lo dibelain abang gue!" bisik Pascal di telinga Ava.
Ava yang tadinya lagi tersipu malu, langsung memukul lengan Pascal kencang. "DIEM!"
"SAKIT MAK LAMPIR!"
Mata kuliah History of Indonesian Culture sudah mulai sejak 40 menit yang lalu dan bahu Ava mulai pegal. Bukan apa, duduk di sebelah Asa berhasil bikin Ava mati kutu.
Ava benar-benar menjaga posisi duduknya dan sikapnya, karena gak mau Asa melihat tingkah anehnya dan postur tubuhnya yang lemas dan sangat tidak kewanitaan. Tapi gara-gara itu juga, Ava harus duduk dengan posisi tegak dan anggun. Sekarang bahu dia mulai pegal.
Ava memukul-mukul bahunya dengan mata yang masih menyimak dosen di depan. Menyadari Ava yang mukul-mukul bahunya, Asa menyenggol kaki Ava. Ava menoleh ke arah Asa.
"Apa kak?" tanya Ava tanpa mengeluarkan suara.
Asa sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, ke arah Ava kemudian berbisik. "Senderan aja kalau pegel, Ava."
WANJIR! ASA SADAR KALAU DIA PEGEL-PEGEL!!! APAKAH DARI TADI ASA MEMPERHATIKAN DIRINYA??!? Ava membantin sambil berusaha menahan diri untuk gak kayang di depan kelas.
Akhirnya Ava menggerakkan bahunya memutar lalu duduk bersandar. Memang ya, posisi malas itu paling enak walau posturnya jelek.
Asa tersenyum melihat Ava yang akhirnya bersandar. Cowok itu mengacungkan jempolnya ke arah Ava.
AVA MAU TERBANG RASANYA!!!!