Meeting Old Friend

Elisa.
6 min readMar 8, 2022

--

“Heeeyyyy!”

Perempuan bertubuh ramping itu tersenyum lebar saat melihat keempat laki-laki bermarga sama itu berjalan ke arahnya.

Perempuan itu membuka lengannya lebar lalu memeluk tubuh keempat laki-laki itu dengan erat.

“I miss you guys!”

“Miss you too, Pamella,” kata Russell sambil tersenyum tipis.

“I heard what happened several weeks ago, ya! You boys!! Can you just stop fighting?!” tegur Pamella sambil melipat tangannya di dada.

“Jadi mau jalan sekarang apa enggak?” tanya Asher cepat.

Pamella mengerucutkan bibirnya lalu mengangguk sambil memeluk lengan Asher penuh sayang.

“Kalian nggak akur nggak masalah, but not when you guys are with me.

Keempat laki-laki itu hanya tersenyum tipis dan mengangguk. Kelima orang itu akhirnya masuk ke area sekolah dengan lengan Asher yang dipeluk oleh Pamella.

Pamella terkekeh kecil saat melihat reaksi orang-orang yang menganga kaget. Ada yang menyapa Pamella dan ada yang hanya menyingkir memberi jalan untuk kelimanya.

"BESTIEEEE!!" pekik dua orang perempuan dari ujung berlawanan.

Pamella melambaikan tangannya lalu melepas lengan Asher, kemudian berpelukkan dengan dua perempuan di hadapannya.

“WELCOME BACKKKKKK!!”

Ketiga perempuan itu berpelukkan bak Teletubbies membuat keempat laki-laki di belakang tersenyum tipis dan menggeleng.

“Ella, come on. Nanti terlambat,” kata Russell sambil menyuruh Pamella menghampirinya.

Pamella menarik tubuhnya dari kedua perempuan bernama Kezia dan Emery, lalu tersenyum ke arah Russell.

“Iya-iya. Girls, see you at lunch?

Kezia dan Emery mengangguk semangat dan berlalu setelahnya.

Russell memegang lengan Pamella, menyuruh Pamella berpamitan dengan ketiga orang lainnya.

Boys, see you at lunch? Nanti harus makan bareng, soalnya aku mau bareng-bareng dulu. Besok baru ganti-gantian! And no, aku nggak nerima penolakan! See you!

Pamella langsung menarik lengan Russell sambil melambaikan tangan ke arah ketiganya meninggalkan Noah, Peter, dan Asher. Setelah Pamella dan Russell pergi, ketiganya melirik sinis satu sama lain lalu mendengus dan pergi ke kelas masing-masing.

Bell jam makan siang berdering. Semua anak berhamburan dari kelas. Abigail berjalan bersama Gisella dan Chelsea ke arah kafetaria.

Seperti biasa, mata Abigail akan mencari-cari sosok Asher. Biasanya, Abigail akan dengan jahil mendekati Asher kemudian baris di belakang pemuda itu supaya Abigail menganggap kalau keduanya sedang mengambil makan siang bersama.

Mata Abigail menangkap punggung Asher yang membelakanginya. Abigail tersenyum cerah.

“KAK ASHER!” sapa Abigail.

Asher tidak menoleh. Abigail mengerucutkan bibirnya hendak menghampiri kakaknya itu. Namun baru saja ia akan melangkah, kakinya langsung terhenti saat melihat seorang perempuan cantik yang merangkul lengan Asher dengan mesra.

“Who the hell?!” gumam Abigail.

“That’s Pamella,” celetuk Gisella.

“Oh.”

Abigail mematung dan menatap Asher dari kejauhan. Di ujung sana, Asher terlihat tersenyum bahkan terkekeh saat berbicara dengan Pamella. Senyum yang jarang Abigail lihat.

Mulut Abigail kemudian menganga kala melihat Russell, Noah, dan Peter membawa tray makanan mereka mendekat ke arah Asher dan Pamella.

“WHAT THE FUCK?!” seru Abigail relfeks. Gisella mendengus lalu memutar bola matanya malas.

Yeah, yeah! Gue tau lo kaget, tapi it’s not a new thing anymore! Kayak yang gue bilang, she is your brother’s childhood friend. Mereka emang deket, walau sebenernya The Harris Boys jarang makan satu meja. Tapi kalau kasusnya Pamella, keempat kakak lo pasti nurut sama dia.”

Abigail menatap Gisella dengan tatapan mata tak percaya. Mulut perempuan itu masih menganga.

“Close your mouth, Abby,” celetuk Yoshi yang tiba-tiba datang sambil menyentuh dagu Abigail, menyuruh perempuan itu menutup mulutnya.

“MEREKA BISA AKUR KARNA PEREMPUAN ITU?!”

Gisella, Yoshi, dan Chelsea mengangguk.

“Cuma sama dia doang, tapi. Kalau gak ada itu cewek, ya mereka ribut,” tambah Chelsea.

“What the fuck?!”

“Udah-udah, mending ambil makan dulu,” tegur Yoshi.

“OKAY WHAT THE FUCK?!” pekik Abigail lagi. Mulut Abigail langsung disumpal oleh roti keju milik Kirana.

“Jangan teriak, Abby!” tegur Kirana.

“AIDEN?! JINGGA?! THEY LEFT US?!” pekik Abigail lagi.

“Biarin aja mereka lagi reuni,” balas Yoshi cuek.

Mata Abigail melirik lagi ke meja yang berada di tengah-tengah kafetaria, melihat ke arah meja yang diisi oleh orang-orang yang Abigail kenal.

Di meja itu sudah ada Pamella, Kezia, Emery, keempat kakaknya, Aiden, Jingga, Erick, Regan, bahkan Micah. Abigail tidak bisa untuk tidak melirik ke arah meja tersebut.

Tak hanya Abigail, hampir semua orang di dalam kafetaria mencuri pandang ke arah meja yang berada di tengah ruangan itu.

“Gue masih nggak ngerti. Who is she? EVERYONE is talking about her like she is a fairy godmother or something!

“Well, she is famous in here,” celetuk Kirana. Yang lain mengangguk.

“Yeah I know! Tapi the whole population is watching her!”

“Ya gimana enggak? She is a Campbell! Dia anak orang kaya, Abby! Dia juga sahabatnya abang lo yang fans-nya banyak banget. She is pretty dan terkenal ramah.”

“Yang terakhir itu gue nggak setuju!” kata Gisella.

“She is not nice,” lanjut Gisella cepat.

“Gisella and her thoughts again!” kata Yoshi.

I’m stating the truth! Cewek itu super fishy, Yoshi! Lo lupa kejadian dia sama Chelsea?!”

Wait emang kenapa?”

“Dulu Chelsea pernah dilabrak sama dia karna Chelsea waktu itu nemenin Damian, sepupunya, pas lagi nonton basket. Lo inget Damian? Kakak kelas yang model itu, yang satu klub sama Asher?”

Abigail mengangguk.

“Nah, Chelsea pernah nonton basket sama Damian. Damian kan circle-nya Asher ya, jadi Damian duduk di tribun sama temen-temennya abang lo yang lain. Waktu itu Chelsea cewek sendiri di sana. Terus besoknya setelah tanding basket, Chelsea diajak ngobrol sama Pamella. Kita gak tau mereka berdua ngomong apa, soalnya Chelsea ogah cerita. Tapi yang jelas, setelah itu Chelsea ogah deket-deket sama Damian di sekolah,” cerita Gisella panjang lebar.

Abigail melirik Chelsea yang memakan kuenya acuh.

“Lo dilabrak beneran?” tanya Yoshi sambil menyikut lengan Chelsea.

Chelsea terkekeh lalu mengangkat bahunya acuh. “Gue mau bilang itu dilabrak juga nggak bisa, soalnya nggak kayak yang di sinetron gitu. Tapi mau diajak ngobrol biasa juga gue bingung, soalnya gue disuruh jangan deket-deket sama temennya Damian??”

Gisella menaikkan alisnya. Kirana mengernyit heran, begitupun dengan Abigail.

“DIH kok gitu?”

“Gak tau. Dia tuh nggak bentak atau marah gitu enggak, dia cuma bilang jangan deket-deket sama Damian kalau Damian lagi sama temen-temennya, soalnya temen-temennya Damian risih kalau ada orang luar.”

WHAT THE FUCK CHELSEA KOK LO BARU CERITA?!” sahut Chiara yang sedari tadi terdiam.

Hellen tersedak saat mendengar seruan Chiara. Chelsea mengangkat bahunya acuh.

“Ya gue mau cerita juga gak ada yang bisa bantu. Lagian it’s not a big deal. Gue juga males kali sama Bang Damian,” kata Chelsea.

“YA TAPI DIA KAKAK SEPUPU LO?! DAN WAKTU ITU YANG NGAJAK ITU DAMIAN BUKAN LO YANG MAU?!”

“Ya udah ah, biarin aja.”

“Lo nggak cerita ke Damian?”

“Nggak. Buat apaan? Gak guna. It’s not like Damian will defend me or anything. Bang Damian nggak suka ngurus gituan.”

“Lah gue baru tau kalau ceritanya gitu,” kata Yoshi sambil mengerjap.

“Tapi masa iya sih Damian sama temen-temennya risih? I mean, gue inget banget waktu itu Felix, Nathan, sama Seth nggak keberatan sama kehadiran lo. Even Bang Kian yang anti social aja ngobrol biasa sama lo. Masa iya mereka risih sih?” tanya Yoshi bingung.

Gisella menjetikkan jarinya.

“TUH KAN! Aneh gak sih? Apa lagi risih yang sampe nyuruh Pamella yang ngomong ke Chelsea kalau mereka risih ada outsider? Kayak?? Penting banget loh?” tanya Gisella.

“Tau ya. Gue awalnya bingung gitu kan, soalnya gue baru pertama kalinya diajak Damian duduk sama temen-temen dia. Gue baru pertama ketemu mereka, mereka keliatan biasa aja, ya walau canggung sih ya, kan gue bukan siapa-siapa. Tapi pas Pamella bilang ke gue kalau temen-temen Damian risih tuh, gue langsung kayak 'oh' gitu loh. Mungkin mereka gak enak kali ya sama gue, jadi mereka pura-pura ramah, terus ngomongin gue. Jadi gue waktu itu iya-iya aja sama omongan Pamella.”

Abigail hanya terdiam. Bingung harus bagaimana karena dia tidak tau apa-apa. Abigail tidak ingin langsung menilai Pamella seperti itu karena Abigail bukan tipe orang yang begitu.

Namun mendengar cerita Chelsea dan omongan Gisella, Abigail tidak bisa untuk tidak khawatir.

“Misi Kak,” ledek Abigail saat lewat di depan Peter.

Jam bell pulang sekolah sudah berbunyi. Abigail yang baru saja akan ke depan gerbang bersama Gisella, berjalan melewati Peter di koridor.

Abigail tidak sadar bahwa di sebelah Peter ada Pamella bersama dengan Noah, terlihat sedang menunggu seseorang.

“Apa sih lo?” balas Peter sewot. Abigail tersenyum mengejek.

“Sensi mulu, ubanan tuh pala lo!” sungut Abigail sambil menjulurkan lidahnya, mengejek Peter.

Abigail baru akan melangkah bersama Gisella yang sedari tadi hanya diam, sampai sebuah suara menghentikannya.

“Emm, lo siapa?”

Abigail menoleh ke belakang. Gisella melirik Abigail lalu menghela napasnya.

“Hai? Um, gue Abigail? Adeknya dia,” jawab Abigail sambil tersenyum lalu menunjuk Noah dan Peter, sambil mengulurkan tangannya.

Pamella melirik Noah dan Peter kemudian tersenyum manis.

“Adek? I didn’t know that they have a little sister?” kata Pamella sambil menyambut uluran tangan Abigail.

“Oh iya, I’m their step sister. Adopted. Nama gue Abigail,” ucap Abigail.

“Ohhh, I see,” kata Pamella menggantung sambil menatap Abigail dari atas hingga ke bawah.

Perempuan itu kemudian menatap wajah Abigail lalu tersenyum manis.

Nice to meet you, Abigail. Nama gue Pamella. You can call me Ella. Gue sahabatnya kakak-kakak lo,” kata Pamella ramah.

Abigail sempat mengernyit heran saat Pamella menatapnya dari atas hingga ke bawah. Namun ia buru-buru menepis pikirannya dan balas tersenyum.

“Nice to meet you, Ella.”

--

--

Elisa.
Elisa.

Written by Elisa.

hi. ok. thanks for coming.

No responses yet