Malamnya setelah Abigail puas mengurung diri di kamar setelah interaksinya sore itu dengan Asher, seperti malam-malam sebelumnya, gadis itu memilih untuk tidak turun bergabung makan malam bersama.
Makan malam hari itu terlihat sedikit berbeda dan itu bisa dirasakan oleh Jazriel, Jensen, Tobias, dan juga Peter. Keempatnya bisa merasakan perbedaan dari raut wajah Russell, Noah, dan Asher malam itu. Ketiganya terlihat... senang? Iya, ketiganya jauh terlihat lebih senang. Baik Russell, Noah, dan Asher malam itu banyak menebar senyuman bahkan Asher beberapa kali cengengesan setelah kena omel oleh Jensen karena dia tidak sengaja menumpahkan air.
Peter sebenarnya ingin bertanya kepada ketiga kembarannya yang lain. Pasalnya, tadi pagi mereka berempat habis ribut. Peter habis ribut bersama Asher karena dia tanpa ijin memakai kaos kaki terakhir milik Asher, lalu Russell dan Noah ribut karena Russell tidak sengaja membuang gel rambut milik Noah ke tempat sampah.
Tapi hal itu Peter urungkan karena dirinya paham kalau mereka tidak akan benar-benar menjawab jujur pertanyaannya.
Usai makan malam, Peter menjadi orang terakhir yang mandi hari itu. Udara malam yang semakin dingin sempat membuat Russell menegur Peter karena selalu mandi terlalu malam, nanti bisa-bisa dirinya terkena flu kalau terus dilakukan. Dan benar saja! Setelah keluar dari kamar mandi, Peter langsung bersin berkali-kali karena langsung ditusuk oleh udara yang menusuk.
Peter hanya berdecak saat dia kembali bersin untuk yang kesekian kalinya dalam kurun waktu lima menit terakhir. Peter akhirnya memutuskan untuk mengambil botol parfum berwarna hijau miliknya dan turun ke bawah untuk membuat secangkir teh hangat.
Kebiasaan baru Peter setelah Abigail pergi adalah menyemprotkan parfum anak-anak kesukaan Abigail sebelum tidur atau setelah mandi malam. Wangi parfum Abigail itu cukup membantu rasa rindu Peter kepada Abigail.
Setibanya di dapur, Peter yang baru saja hendak menyemprotkan parfum wangi kiwi dan melon itu langsung berhenti saat menyadari ponselnya tertinggal di kamar. Peter berdecak dan meletakkan parfum itu di atas meja lalu berlari ke kamarnya untuk mengambil ponsel miliknya.
Di sisi lain, Abigail yang baru saja keluar dari ruang kerja pribadi milik Tobias dan hendak naik ke kamarnya, malah memilih untuk mengambil sekotak susu cokelat di dapur. Saat Abigail hendak melangkah ke arah dapur, matanya menangkap botol parfum anak-anak kesukaannya di atas meja makan. Abigail otomatis tersenyum melihatnya.
Parfum anak-anak kesukaannya.
Abigail meraih botol parfum itu kemudian membuka tutupnya, lalu menyemprotkan sedikit isinya ke pergelangan tangannya. Abigail menghirup aroma kiwi dan melon dari pergelangan tangannya sambil tersenyum lebar. "Ihhh... kangen banget!" gumam Abigail.
"Mau parfumnya?"
Kepala Abigail langsung menoleh dan buru-buru meletakkan kembali parfumnya saat melihat Peter dengan kaos hitam polos dan celana pendek sedang memegang ponsel di tangannya. Hidung Peter terlihat merah dan rambutnya masih setengah basah. Abigail langsung bisa menebak kalau Peter baru saja selesai mandi.
Dari dulu Abigail tahu kalau Peter selalu mandi malam.
"Hah."
"Mau parfumnya?" tanya Peter lagi sambil berjalan mendekati Abigail. Melihat Peter yang dengan santainya berjalan mendekat ke arahnya membuat Abigail refleks menghindar.
"Ck. Gak usah menghindar gitu juga, kali. Emangnya gue kuman apa?" kata Peter sedikit kesal lalu mengambil botol parfum itu.
Abigail langsung merasa tidak enak.
"Eh— enggak, gue nggak bermaksud—" Abigail jadi kelabakan dan panik saat menyadari kalau Peter tersinggung dengan pergerakannya.
Peter langsung tertawa saat melihat wajah Abigail yang panik. Peter menggeleng sambil menyelesaikan tawanya. "Bercanda," kata Peter.
Abigail langsung diam dan cemberut. Sial! Rupanya dia dikerjain!
Abigail mendengus. "Whatever!"
Peter tersenyum geli lalu membuka tutup botol parfumnya, lalu ia semprotkan isinya ke seluruh tubuhnya.
Melihat itu, Abigail menatap Peter aneh tapi tidak berkomentar. Sadar bahwa dirinya diperhatikan oleh yang lebih muda, Peter menatap Abigail dengan salah satu alisnya yang terangkat. "Kenapa?"
Abigail tersenyum kecut kemudian menggeleng. "Nggak."
Peter meletakkan kembali botol parfum itu di atas meja lalu berjalan ke arah kabinet kopi.
"Kalau mau parfumnya, ambil aja. Gue masih punya banyak. Gue tau, di sini nggak ada yang jual parfum itu," kata Peter santai sambil membuka salah satu pintu kabinet dan mengambil salah satu wadah teh.
Abigail menatap Peter dari kejauhan dengan tatapan sulit diartikan.
Dari antara Russell, Noah, Asher, dan dirinya, Peter jelas terlihat lebih santai bisa berinteraksi dengannya. Russell jelas sangat canggung saat mencoba mengajak Abigail berbicara, Noah apalagi. Sedangkan Asher walau tidak secanggung Noah atau Russell, tapi Abigail bisa melihat sendiri effort yang dilakukan oleh Asher untuk bisa terus berbicara dengannya.
Tapi kali ini... Peter tidak begitu.
Peter terlihat santai saja seakan tidak ada hal yang terjadi di antara keduanya. Abigail sedikit terkejut juga merasa aneh.
Oh, atau Peter sedang play it cool ya?
"Sejak kapan yah, lo suka pakai parfum ini?" tanya Abigail sedikit ketus. Kalau Peter bisa act cool, maka Abigail harus bisa juga.
"Sejak lama. Lo aja yang nggak tau," kata Peter sambil mengisi electric kettle yang kosong, lalu menancapkan steker ke stop kontak.
"Dih?? Ya gue emang nggak tau... dan nggak mau tau juga sih," balas Abigail datar sambil melipat lengannya di dada.
Peter terkekeh kecil sambil tangannya sibuk menaruh teh ke dalam ke gelas. "Ah masa? Kalau nggak mau tau kok nanya, sih?" ledek Peter.
Abigail langsung salah tingkah mendengar pertanyaan Peter.
Sial! Benar juga! Kenapa juga Abigail harus bertanya tadi?
"A- apaan sih? Orang gue tuh cuma basa-basi yah!" balas Abigail sebal.
"Oh, jadi tadi lo basa-basi nih? Kirain, lo nggak mau ngobrol sama gue sama yang lain."
Peter membalas ucapan Abigail tanpa menoleh ke arahnya. Peter malah sibuk memotong satu buah lemon lalu mematikan electric kettle yang airnya sudah mulai mendidih, dan menuang isinya ke dalam gelas berisi teh.
Mendengar balasan Peter itu membuat Abigail semakin kesal.
Peter memang dari dulu tidak berubah rupanya. Masih sangat jahil dan senang membuatnya kesal luar biasa.
"Dih apaan sih! Bodo amat ah!" balas Abigail jengkel.
Baru saja Abigail akan balik badan, suara Peter menginterupsi gerakannya. "Eh, nggak mau parfumnya beneran?"
Kepala Abigail menatap Peter yang kini menatap ke arahnya.
"Nggak."
"Beneran?"
"Bener."
"Ya udah... padahal lumayan loh. Itu botol baru lagi, masih banyak isinya."
Abigail menggigit bibir dalamnya. Sialan! Kenapa situasinya jadi dia yang terpojok sih?
"Nggak, makasih."
"Oke deh, sama-sama," balas Peter santai sambil membawa dua cangkir teh yang asapnya masih mengepul keluar.
Melihat Peter membawa dua cangkir teh membuat Abigail bertanya-tanya, jangan-jangan yang satunya lagi buat dirinya?
"Jangan geer, ini teh dua-duanya buat gue."
Abigail langsung merengut. Ini orang bisa baca pikiran ya?
Mendengar ucapan Peter itu, Abigail langsung melotot kesal. "Gue nggak geer?! Emangnya gue ada nanya tuh itu teh buat siapa?!"
Peter tersenyum mengejek dan menarik kursi meja makan, lalu duduk. "Ya enggak sih, tapi muka lo kebaca," balas Peter yang lalu meniup teh panasnya dengan mata yang terpaku kepada Abigail.
"Cenayang kali lo! Nggak usah sok tau!"
Peter terkekeh sebentar sebelum akhirnya menyeruput tehnya sedikit. Peter mendesah lega saat merasakan hangat menjalar di tenggorokannya. Abigail yang masih berdiri di depan Peter itu menatapnya saja dalam diam.
Peter tidak menanggapi ucapan Abigail yang terakhir dan malah meletakkan cangkir tehnya lalu mengambil ponselnya.
"Duduk kali, jangan berdiri. Nggak pegel?" tanya Peter sambil melirik Abigail.
"Emangnya gue mau duduk sama lo?!"
"Ya kalau gitu kenapa nggak pergi?" balas Peter lagi.
Wah, Abigail luar biasa kesal.
"Gue mau ambil susu cokelat!" balas Abigail dengan wajah judes seraya berjalan ke arah kulkas.
Melihat yang lebih muda terlihat kesal, Peter tertawa kecil.
"Yeh, ngambekan amat digodain doang."
Abigail mendelik saat mendengar kalimat itu keluar dari bibir Peter.
Abigail membuka pintu kulkas dan menatap isinya mencari sekotak susu kotak kecil yang ia ingat masih sisa satu. Tapi nihil, Abigail tidak menemukan kotak susu kecil dan malah menemukan satu karton besar susu cokelat di pintu kulkas.
"Ck. Kok susu kotak kecilnya abis sih?!" omel Abigail kesal dan memilih mengambil karton susu besar yang ada lalu berjalan mengambil gelas.
Abigail kembali berdecak kesal saat menyadari bahwa semua gelas sudah dimasukkan ke kabinet paling atas. Enggan meminta bantuan Peter yang kini sedang memperhatikannya, Abigail memilih mengambil tangga mini yang biasa ia pakai untuk mengambil barang yang tidak bisa ia jangkau.
Peter yang memperhatikan Abigail sedari tadi terkekeh kecil saat Abigail menaiki tangga kecil yang ia bawa dari belakang dapur untuk mengambil gelas di kabinet. Melihat itu, Peter jadi gemas sendiri lalu berdiri diam-diam lalu memotret Abigail dari belakang. Usai mengambil gambar, Peter langsung kembali duduk, masih secara diam-diam.
Abigail mengerucutkan bibirnya dan menuangkan susu cokelat ke dalam gelas lalu mengembalikan karton susunya ke dalam kulkas. Abigail lalu membawa gelasnya ke meja makan dan duduk di depan Peter.
"Tadi katanya mau pergi?" kata Peter menatap Abigail sambil menyeruput teh lemonnya.
Abigail yang sedang menyesap susu cokelatnya hanya melirik Peter sinis dibalik gelasnya. "Ngabisin ini dulu, baru ke kamar. Gue males kalau bolak-balik cuma buat naro gelas kotor doang."
Peter membulatkan bibirnya lalu mengangguk. Peter kembali sibuk membuka ponselnya lalu kembali menyalakan kamera dan memotret gelas miliknya dan juga milik Abigail. Tentunya, tanpa sepengetahuan sang gadis.
"Lusa gue balik," celetuk Peter tiba-tiba.
Abigail langsung menatap Peter dengan alis terangkat. "So??"
Peter berdecak. "Yaelah, gak peka amat."
"Dih, emang gue harus apa?"
Peter kini mengubah posisi duduknya lalu menatap Abigail serius. "Lo serius mau diem-dieman gini aja?"
Checkmate.
Abigail mau meninggal mendengar pertanyaan Peter.