Apologize

Elisa.
6 min readApr 18, 2022

--

Abigail berjalan di koridor sekolah sambil meremas ujung kardigannya. Gadis itu memutuskan untuk memakai kardigan guna untuk menutupi lengannya yang masih ditambal oleh plester. Datang ke sekolah dengan lengan penuh luka akan sangat memalukan bukan? Ditambah, nampaknya warga sekolah masih ramai membicarakan kejadian kemarin.

Tidak hanya memakai kardigan, Abigail juga memakai masker dan kacamata palsu untuk menutupi wajah sedihnya dan mata sembabnya. Semalam setelah diobati oleh Diana, Abigail menangis sepanjang malam di pelukan Diana setelah gadis itu bercerita tentang kejadian lampau.

Yoshi dan Gisella menatap Abigail dari kejauhan, menunggu gadis itu dengan tatapan khawatir. Keduanya berpandangan lalu menghela napas berat.

“Hey,” sapa Abigail dengan suara serak.

“Abigail, are you sure you’re okay?” tanya Yoshi menunjukan rasa khawatirnya. Laki-laki itu jelas khawatir sekaligus iba melihat Abigail yang jauh dari kata baik-baik saja.

“Kenapa ngotot ikut ujian sih? Gue udah bilang, lo bisa ujian di rumah,” tambah Gisella setengah mengomel.

“Nanti gue nggak bisa cari pendant-nya,” balas Abigail sambil berjalan gontai menuju lokernya.

Yoshi dan Gisella menggeleng sambil mengekori gadis itu. Abigail membuka lokernya untuk menaruh beberapa buku materi sampai matanya menangkap kotak berwarna putih dengan sepucuk surat tergeletak di bawah kotak itu.

“Apaan nih?” tanya Abigail bingung sambil meraih kotak kecil itu.

Gisella dan Yoshi saling melirik namun mengangkat bahu tanda tidak mengerti. Abigail membuka kotak putih tersebut dan matanya langsung membulat saat menemukan pendant hati berwarna rosegold miliknya.

Yoshi dan Gisella yang mengintip dari belakang Abigail langsung ikutan melotot kaget.

“The pendant!” ujar Gisella.

Abigail memutar badannya, menatap Gisella dan Yoshi, “is this from you two?! Nemu di mana?!” tanya Abigail antusias.

Gisella dan Yoshi sontak menggelengkan kepala. “Bukan, not us though. Kita nggak tau apa-apa. Itu ada suratnya, coba buka.”

Abigail meraih sepucuk surat dan membaca surat itu tanpa menunjukannya ke Gisella atau Yoshi.

“Dari siapa?” tanya Gisella penasaran.

Abigail buru-buru melipat surat itu, lalu menggeleng.

“Nothing,” jawab Abigail kikuk.

Gisella dan Yoshi mengernyit bingung.

“Hah maksudnya?”

“Nggak. Eh iya, nitip tas gue, I have to do something!

Abigail buru-buru melepas tas sekolahnya dan berlari meninggalkan Gisella dan Yoshi yang masih bingung.

Abigail kembali membuka surat yang ia pegang sambil berlari. Senyum perempuan itu merekah lebar saat membaca sepotong kalimat pendek yang tertulis di atasnya,

‘We are sorry for being careless and ignorant. Maaf bikin sedih, bikin nangis, sampai ngelukain adek. Jangan nangis lagi ya. –THB.’

Kaki Abigail berlari ke arah kafetaria, menimbulkan beberapa protes keluar dari orang-orang yang hampir ia tabrak. Langkah kaki Abigail berhenti saat melihat keempat kakak laki-lakinya sedang mengobrol bersama Pamella, dengan Aiden yang sedang berkacak pinggang, dan Hansel yang berdiri di antara Aiden dan Noah.

“Woi!” seru Abigail membuat mereka menatap Abigail terkejut.

Tanpa basa-basi, Abigail langsung berlari ke arah keempat kakak laki-lakinya dan memeluk keempatnya langsung dengan erat.

“Makasih! Makasih udah nemuin pendant-nya. It means a lot to me. Makasih banyak! Aku udah maafin kalian,” ucap Abigail dalam pelukannya sambil tersenyum.

“Pe- pendant?” sahut Pamella sedikit terbata.

Abigail menarik tubuhnya dari pelukan lalu menatap Pamella sambil menghela napasnya.

“Iya. They found the pendant. Didn’t know how they did that, tapi ya udah. Yang penting pendant-nya balik. Maaf ya Pamella kemaren gue ngedorong lo,” tutur Abigail dengan wajah tidak enak mengingat kejadian kemarin.

Aiden yang berada di belakang Abigail melotot laku membuka mulutnya, “Abigail what the heck?! Dia yang seharusnya minta maaf sama lo!” protes Aiden tidak suka.

Abigail memutar tubuhnya lalu tersenyum lebar dan menggeleng, “doesn’t matter! Pendant-nya balik, itu yang penting. Jangan diperpanjang please?” kata Abigail sambil menatap Aiden.

Abigail melangkah mendekati Aiden, lalu memeluk tubuh Aiden erat di depan yang lain. Tubuh Aiden menegang berkat aksi mendadak dari Abigail.

“Thank you, Aiden. Thank you for being on my side,” bisik Abigail dalam pelukannya.

Aiden mendengus namun memeluk tubuh Abigail sambil mengusap punggung gadis itu lembut.

For your information, lo boleh aja maafin kakak-kakak lo tapi gue dan yang lain masih harus kasih mereka pelajaran,” bisik Aiden di telinga Abigail.

Abigail melepas pelukannya lalu menatap Aiden sengit. Aiden menatap Abigail datar.

“Whatever,” ucap Abigail tidak peduli sambil tersenyum.

“Gue cabut dulu. Gue cuma mau bilang itu doang. See ya!

Abigail menatap Hansel dan tersenyum lebar sebelum pergi berlalu.

Melihat tubuh Abigail yang menjauh, Aiden menatap Pamella dan keempat orang di depannya.

“Lu yang seharusnya minta maaf ke dia, bukan dia yang minta maaf ke lu. Gak tau malu emang lu ya?” tuding Aiden sambil menunjuk Pamella.

“Malu gak sih lu berempat? Adek lu sebaik itu, bahkan setelah kesalahan fatal yang lu berempat lakuin, dia langsung maafin tanpa mikir panjang. She even hugged you! Kalau setelah ini lu pada masih jahat sama dia, gua rasa otak lu perlu diperbaiki,” kata Aiden sewot.

Hansel menepuk pundak Aiden. “Udah den, ntar lagi. Udah mau bell ini, ngamuknya ntar aja abis ujian.”

Mendengar ucapan Hansel, Aiden menghela napasnya.

“Jangan sampe lu ketemu temen-temen Abigail. Bisa-bisa gak cuma gua yang mukul lu, yang lain juga!”

Setelah itu Aiden mengambil ransel hitamnya dan pergi meninggalkan yang lain yang terdiam.

Hansel yang ditinggal dalam kecanggungan langsung menatap yang lain sambil menggaruk tengkuknya.

“Saran gue sebagai pihak tengah, Pamella mendingan lo minta maaf sama Abigail. Jangan secara langsung tapi, soalnya gue yakin gak akan bisa. Temennya Abigail posesif, yang ada mental lo yang kena nanti. Dan buat lo berempat, good job. Tapi do a proper apology lah. Masa minta maaf lewat surat? Laki bukan lo pada? Gengsi turunin lah bray,” kata Hansel setengah kaku sebelum akhirnya ikut berlalu meninggalkan yang lain.

Pamella menatap punggung Hansel yang menjauh dengan kening berkerut.

Why is everyone on her side?! Gak adil! Aku juga dijahatin loh?” tutur Pamella tidak suka.

“Kalian liat kan? Temen-temen kalian jadi begitu gara-gara Abigail. No one understands the four of you!

Noah menghela napasnya sebelum akhirnya menatap Pamella.

“Okay, let’s stop here.”

Why? Kenapa? Aku gak boleh gitu mengutarakan opini aku? Noah, your sister made them turned their back on you! Mereka temen kamu loh, tapi malah ngebelain Abigail?! Dan gak ada satupun yang belain aku, it’s so unfair! Adek kalian tuh apain mereka sih?!” ketus Pamella marah.

Noah memejamkan matanya dengan tangan yang terkepal kuat.

“Pamella Campbell, stop!” geram Noah.

Pamella tersentak lalu menatap Noah tidak percaya.

“Kamu bentak aku?” tanya Pamella dengan tatapan terluka dan air mata yang membendung.

No, aku cuma mau kamu berhenti. Berhenti ngomong yang jelek soal Abigail. Soal yang lain marah ke gue, itu wajar karena gue akuin kita berempat salah. Jadi udah ya? Gak usah dibahas lagi,” pinta Noah.

Pamella dengan kening berkerut menatap Noah tidak suka namun memilih untuk tidak berkomentar.

“Terus soal pendant itu, kalian yang nemuin emang?” tanya Pamella mengganti topik.

Keempat laki-laki di depan gadis itu mengangguk.

“Kapan kalian cari?”

“Tadi pagi jam lima kita udah di sini,” jawab Russell santai.

“Kalian udah di sekolah dari jam lima?!” tanya Pamella tidak percaya dengan mulut setengah terbuka.

“Iya.”

Bell tanda masuk berdering. Keempat laki-laki itu mengambil tas mereka masing-masing lalu mengusap kepala Pamella lembut.

Let’s talk about that later. Ujian dulu. Good luck,” kata Asher disusul senyuman tipis sambil berlalu ke ruang ujiannya.

Satu persatu mulai meninggalkan Pamella yang masih terdiam sesaat setelah berpamitan singkat dengan gadis itu. Pamella menatap punggung keempatnya yang menjauh.

Ada rasa sesak dan takut muncul dalam benak Pamella. Perempuan itu menghela napas tak percaya dengan wajah penuh khawatir.

“What?” bisik gadis itu.

Pamella menelan saliva sambil berjalan ke arah ruang ujiannya dengan kepala yang penuh dengan segala pikiran yang menghantuinya.

'Is she important to them now? Am I being replaced now?’

Pamella ingin menangis saat itu juga rasanya saat menyadari bahwa banyak hal yang berubah sekarang. Mulai dari perhatian anak-anak sekolah, lalu teman-temannya, kemudian The Harris Boys.

Pamella takut. Takut kalau semuanya satu persatu hilang diambil Abigail.

“This is not right,” gumam Pamella.

--

--

Elisa.
Elisa.

Written by Elisa.

hi. ok. thanks for coming.

No responses yet